Bali – Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Pariwisata guna memperjelas pembagian tugas dan wewenang antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Daerah. Hal ini disampaikan dalam serap aspirasi Komisi VII DPR RI di Provinsi Bali, yang menyoroti berbagai tantangan dalam pengelolaan sektor pariwisata.
“Kita melihat ada beberapa aturan
dalam Pasal 35 yang tumpang tindih dan tidak berpihak kepada rakyat. Maka,
perlu ada revisi agar pembagian manajemen pariwisata lebih jelas dan bisa
benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Novita, dalam
keterangannya, Kamis (13/2/2025).
Menurut legislator perempuan
satu-satunya dari dapil 7 Jawa Timur ini, target pemerintah untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi 8% tidak dapat hanya bergantung pada sektor industri dan
pertambangan, tetapi juga harus didorong melalui sektor pariwisata yang memiliki
potensi besar, terutama dengan luasnya wilayah maritim Indonesia. Oleh karena
itu, revisi UU Pariwisata harus mencakup aspek kelembagaan, regulasi ekologi
dan ekonomi, serta pelibatan daerah dalam pengelolaan wisata berbasis potensi
lokal.
Selain pembagian tugas dan
wewenang yang lebih jelas, Novita juga menyoroti pentingnya Mandatory
Kelembagaan yang mengatur manajemen kepariwisataan di setiap daerah. Lembaga
ini diharapkan dapat membantu asosiasi pariwisata dalam menyusun paket wisata,
bekerja sama dengan biro-biro perjalanan wisata, serta mencari sumber pendanaan
mandiri.
"Selama ini, banyak asosiasi
pariwisata di daerah masih bergantung
pendanaan dari pusat. Jika ada lembaga profesional yang diatur dalam
undang-undang, mereka bisa lebih mandiri—apakah dalam bentuk BUMD, Yayasan,
atau badan otorita. Ini akan mempercepat kemajuan sektor pariwisata tanpa harus
selalu menunggu keputusan dari pusat," jelasnya.
Tidak hanya sampai di situ,
politisi fraksi PDI Perjuangan itu juga menyoroti tantangan sosial dalam
pariwisata, terutama di daerah seperti Bali, yang kerap menghadapi masalah
wisatawan asing yang tidak menaati aturan, penyalahgunaan izin tinggal, hingga
praktik pernikahan dengan warga lokal demi kepentingan penguasaan
properti.
“Asosiasi atau kelembagaan ini
harus membantu peran pemerintah daerah dalam mengatur manajemen kepariwisataan
dengan baik. Kita berharap pariwisata tidak hanya membawa dampak ekonomi,
tetapi juga harus tetap melindungi lingkungan, identitas budaya daerah secara
berkelanjutan,” tegasnya.
0 Komentar